Gelar Palsu dan Kesombongan

 on Minggu, 31 Mei 2015  

Catatan RinganAkhir-akhir ini ramai diberitakan tentang gelar palsu dan ijazah palsu mengiringi isu beras palsu.  Betapa masyarakat kita sangat menyanjung gelar dan tampilan luar yang mudah terlihat tanpa memperdulikan kualitas di bagian dalam yang memang tidak mudah terlihat.  Teringat sekitar sepuluh tahun yang lalu saya pernah diprotes atasan karena menuliskan kata “praktik” pada sebuah laporan menurut beliau yang benar “praktek”.  Saya bilang saya dapat penjelasan dari seorang kawan bahwa asal katanya dari “practice” sehingga di-Indonesia-kan menjadi praktik.  Lalu atasan saya pun mengomentarinya kurang lebih seperti ini: “Kalau cuma kata seseorang yang tidak jelas saya tidak mau pakai, kecuali penjelasan dari profesor mana gitu baru saya percaya.”  Saya bilang kalau kebenaran itu bisa diterima akal sehat maka saya pakai walau dari siapa pun, walau bukan seseorang yang punya gelar akademik.

Mungkin itu sekedar contoh bagaimana seseorang menilai orang lain dari gelar yang dimilikinya, bukan dari isi pembicaraannya.  Karena hal ini banyak dan sering terjadi maka tidak heran orang akan mengejar ijazah dan gelar melebihi ilmu yang bermanfaat dari sebuah lembaga pendidikan, kalau perlu dengan cara yang ilegal.

Berikut juga kisah tentang gelar yang bisa kita jadikan renungan:
Numan bin Tsabit atau yang biasa kita kenal dengan Abu Hanifah, atau populer disebut Imam Hanafi, pernah berpapasan dengan anak kecil yang berjalan mengenakan sepatu kayu (terompah kayu).
Sang imam berkata: “Hati-hati, Nak dengan sepatu kayumu itu, jangan sampai kau tergelincir.”
Bocah ini pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih atas perhatian Abu Hanifah.
“Bolehkah saya tahu namamu, Tuan?” tanya si bocah.
“Nu’man namaku” jawab sang imam.
“Jadi, Tuanlah yang selama ini terkenal dengan gelar al-imam al-a’dhom (Imam agung) itu?” tanya si bocah.
“Bukan aku yang memberi gelar itu, masyarakatlah yang berprasangka baik dan memberi gelar itu kepadaku.”
“Wahai imam, hati-hati dengan gelarmu, jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka karena gelar.”
“Sepatu kayuku ini mungkin hanya menggelincirkanku di dunia, tapi gelarmu itu dapat menjerumuskan mu ke dalam api yangg kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”
Ulama besar yang diikuti banyak umat Islam itupun tersungkur menangis.
Imam Abu Hanifah (Hanafi) bersyukur, siapa sangka, peringatan datang dari lidah seorang bocah.
Betapa banyak manusia tertipu karena jabatan, tertipu karena kedudukan, tertipu karena gelar, tertipu karena kemaqoman, tertipu karena status sosial.
Jangan sampai kita tergelincir, jadi angkuh dan sombong karena gelar, jabatan, status sosial dan kebesaran di dunia

Pemakaian gelar palsu dan ijazah palsu jelas bertujuan untuk pamer dan menipu orang atau sebuah lembaga demi ambisi yang bisa jadi juga mengandung riya dan kesombongan.

“Tidak akan masuk syurga orang yang dalam hatinya ada sifat sombong, walaupun hanya seberat biji sawi” (Hadits Riwayat Muslim).

gelar palsu dan kesombongan
Gelar Palsu dan Kesombongan 4.5 5 Share Minggu, 31 Mei 2015 Catatan Ringan .  Akhir-akhir ini ramai diberitakan tentang gelar palsu dan ijazah palsu mengiringi isu beras palsu .  Betapa masyarakat k...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright © Catatan Ringan. All Rights Reserved.